ARTI KARTU PERS BAGI (KAMI) WARTAWAN (KAMPUS)

Selasa, 15 Maret 2011
Share this history on :
(foto sepertinya menyusul, sinyalku terlalu lemot, udah setengah jam nunggu nggak kelar-kelar..)

LPM Hayamwuruk mendapat undangan untuk meliput acara NGOBRAS (Ngobrol Bareng, Sante) yang diadakan oleh HMJ Perpustakaan, Fak. Ilmu Budaya, Undip. acara mirip seminar ini akan mengangkat pembahasaan tentang public speaking, mengundang Mbak Shinta dan Bu. Yeyen. Nama pertama merupakan pelaku dibidang public speaker, sebagai MC, penyiar radio, pengajar dan jurnalis.


                Sebagai Redaktur Pelaksana, sudah tanggungjawabku menindaklanjuti permintaan peliputan. Jika sebelumnya dilakukan oleh aku dan teman-teman pengurus lain, kali ini tugas ini diserahkan ke anak magang, sebagai ajang untuk mengaplikasikan materi ke lapangan peliputan. Malam hari sebelum acara telah kuhubungi Pramoda Anindita untuk selanjutnya menghubungi teman-teman magang yang lain.
Mereka tampak bersemangat melaksanakan tugas ini, kukatakan untuk memersiapkan sesuatu sebelum meliput. Untunglah pada Pelatihan Magang Dasar mereka sudah diajarkan untuk membagi tugas dalam peliputan. Pramoda Anindita menjadi Notulensi Acara, Syaiful Romadhon bertugas sebagai fotografer, Mega, David, Diaz dan Riska sebagai pewawancara. Idealnya per-pos tidak diisi banyak personil, namun karena ini konteksnya latihan, maka sangat membantu mereka untuk merasakan langsung atmosfir real peliputan.
Sewaktu breafing, mereka bertanya tentang kartu pengenal wartawan (Kartu Pers) yang sejatinya belum mereka dapatkan ketika masih magang, baru nanti setelah diangkat menjadi pengurus. Aku tahu itu bukan sekedar kartu biasa bagi seorang pewarta, aku pun merasakan harapan memakainya ketika magang dahulu. Dengan sisa satu setengah jam, kujanjikan ke mereka kartu tersebut, tujuannya tak lain adalah supaya mereka semakin bersemangat dengan peliputan lapangan pertama itu.

Mega  : ayo mas buruan, udah mau dimulai
Aku      : bentar, lagi ngeprint, masuk aja duluan ke ruangan acara
Mega  : yang laen udah masuk, kutunggu di luar
Aku      : 4 menit lagi

Aku benar-benar ngebut menuju kampus, untunglah semua lancar dan kartu sudah jadi dengan perekatnya juga. Memang sangat sederhana, namun semoga kartu tersebut menambah kepercayaan diri mereka.

Kedengarannya sederhana dan sedikit narsis, namun bagi yang mengalami langsung di dunia jurnalis ini hal yang luar biasa dan bukan untuk ajang narsis-narsisan. Kartu Pers memegang peranan penting untuk mengenalkan diri kita secara non-verbal kepada objek liputan atau yang berada di sekitar objek peliputan. Kerja pers, terutama dalam hal wawancara dan fotografi akan membuat kita mobile ke segala penjuru ruangan untuk menangkap momen dan berhadapan dengan narasumber. Memakain kartu pers memberikan kita jaminan bahwa gerakan dan tindakan kita tidak aneh dan ‘memang bagian dari pekerjaan saya!’.
Kartu Pers juga memberikan rasa nyaman dan jaminan kepada narasumber, karena mengetahui dengan gamblang asal wartawan yang akan mewawancarainya. Kerap kali narasumber sulit dijak untuk diajak diwawancarai karena meragukan kelegalan wawancara tersebut. Dengan pampangan Kartu Pers, menunjukkan keseriusan dan kebutuhan pers yang penting.

Syaiful : gak kebayang tadi mas, kalo gak make Kartu Pers.
Aku      : kenapa emang?
Syaiful : sebelum kartu ini kupake, agak canggung mau gerak ngambil foto, tapi setelah make ini, semakin percaya diri
Jadi. Jangan meremehkan Kartu Pers dan yang memakainya ya!

Semarang, 15 Maret 2011
Qur’anul Hidayat Idris

Related Posts by Categories

1 komentar:

udin Says:
Kamis, Maret 17, 2011

menembus nara sumber itu perlu kecerdikan tersendiri. lihat sikon, trus berpikir apa yang diperlukan. pun begitu, tak perlu berbohong untuk mendapatkan hati si calon narsum. kecuali ada maksud lain, setelah diwawancarai mau kita pacari, hehe...

kalau aku sih, lebih bangga sebagai wartawan persma ketimbang wartawan--mialnya sm, karena aku dulu pernah di sini, karena produk persma jauh lebih baik, khususnya hawe hehe. ndak usah merasa inferior, juga ndak perlu jumawa, tapi merasalah mampu, diimbangi dengan smangat untuk belajar. ketidakyakinan, atau apresiasi awal si narsum, memang tak semata2 melihat produk persma yang sudah ada. tapi kebolehan si wartawan persma itu dalam menembus narsum. kalau omongnya saja belepotan, walah... ya gak papa, ini proses. aku dulu pernah dimarahi narsum (Faruk HT dan Abdul Hadi),,,, loh2 kamu kok ngalor ngidul, angelmu apa. ayo kembali ke fokus. piye jal kalo digertak begini sudah panik? tetap tenang dan berpikir, kendalikan situasi. ini tak diajarkan, tapi akan dialami. dan dari situ kita akan belajar.

soal kartu pers kampus, dulu aku pernah dikibuli mas otong seniorku waktu magang. katanya kalau ada operasi lantas, tunjukin kartu itu aman. aku kalau tak salah ingat kena tilang di johar, aku bilang wartawan perma, si abang polisi ndak ngeh. hikhiks... geli mengingatnya, dan ekspresiku waktu itu. lain waktu, aku pernah beberapa kali kehabisan ongkos, atau malah sengaja memanfaatkan fasilitas, naik kereta bayar separo atau malah gratis, di kasih makan pula. yang ini jangan ditiru, hahahaha

Posting Komentar

Selesai baca, tinggalkan jejak ya!