Pentingnya Penerang

Minggu, 11 Desember 2011
Share this history on :

Kegelapan akan membatasi kemampuan indera penglihatan (baca: mata) untuk dapat menangkap "sesuatu" di depan, belakang, atau di atasnya. Mata dapat bekerja apabila ada cahaya yang masuk, persis yang ditirukan oleh lensa kamera yang harus menggunakan bantuan agar bisa menangkap objek. Maka penerang selalu dibutuhkan setiap mata (baca: manusia) untuk menangkap kode dan tanda. "Cahaya" tak hanya berbentuk real sebuah lilin atau lampu, tapi kata ini telah mengalami perluasan makna, terutama lewat sebuah kata lain. "Terang" atau "penerang".

Aku membutuhkan lampu "bantu" baca untuk menambah cahaya kamar yang redup dan membuat mataku sakit. Hasilnya, aku bisa membaca dengan lancar tanpa mengalami masalah; mata berair, perih atau berkunang-kunang. Lampu itu menimpali lampu yang lain, di balik cahaya ada cahaya yang lain yang mengakibatkan ia dapat disebut TERANG. Lampu yang redup--walau hakikatnya cahaya--tak bisa disebut terang, karena fenomena "terang" hanya terjadi jika SEMUA YANG ADA TAMPAK JELAS.

Tapi bedakan dengan kata "silau". Ianya merupakan level setelah terang, fenomena ini mengindikasikan telah terjadi kelebihan transfer cahaya pada mata. Cobalah kau memotret dekat cahaya yang silau, maka hasilnya akan kurang bagus, karena terjadi pembiasan komposisi objek. Transfer cahaya pun perlu kadar, TERANG adalah pertengahan antara REDUP dan SILAU.

***
Paragraf-paragraf di atas merupakan sebuah analogi. Kata "cahaya" yang kumaksudkan telah mengalami perluasan makna, terletak pada konteks ketika ia menjadi penerang bagi keburukan, kezaliman, kejelekan, dan kebobrokan. Cahaya di sini tentu tidak datang begitu saja--kecuali langsung dari Tuhan. Dalam konteks interaksi, ada subjek (pembawa cahaya) dan objek (penerima cahaya).

Memberikan cahaya bisa diartikan sebuah proses "transfer kebaikan" atau "revitalisasi kesadaran". Apabila ia dilakukan secara berlebihan, bukan tidak mungkin sesuatu yang baik menjadi jelek karena berubah menjadi terkesan "sok pintar", "menggurui", dan "merasa benar sendiri".

advice (menasihati) adalah proses lainnya. Subjek harus tahu siapa yang akan dinasehati, dan yang terpenting ia harus bertanya pada dirinya APAKAH IA SENDIRI SUDAH BERBUAT SEPERTI APA YANG IA NASIHATI? Naif jika kita mau menerangi hati orang lain jika hati kita masih gelap, jangankan mengetahui benda, untuk meraba pun tak bisa.

Berikanlah cahaya yang telah terang di dalam dirimu, hatimu, jiwamu, dan kesadaranmu sebelum kamu membagikannya ke orang lain. Cahaya itu akan menjadi terang, tidak silau atau pun redup.

Itu!

QHI

Related Posts by Categories

0 komentar:

Posting Komentar

Selesai baca, tinggalkan jejak ya!