Facebook dan Dunia Sastra

Selasa, 23 Maret 2010
Share this history on :
Untuk memaparkan prihal sub-judul diatas, saya akan berperan sebagai tokoh utama yang akan bercerita.

Bila ada pertanyaan, saya dimasukkan dalam golongan manusia yang manakah dalam fenomena kejar-mengejar di dunia teknologi. Maka saya katakan kalau saya termasuk dalam golongan manusia yang telat start lari, lalu setelah berlari, saya hanya marathon kecil melawan lawan-lawan unggulan yang telah berlari sprint.
Mempunyai akun di facebook ketika menjadi mahasiswa pada pertengahan tahun 2009 membuat saya telat setahun setelah facebook menjadi trend yang kental pada 2008. Sebenarnya bukannya saya tidak mengenal fb sebelumnya, namun perkenalan tersebut diibaratkan hanya papasan antar-manusia yang tak saling kenal, apalagi akrab. Tahun 2008 saya menggandrungi yang namanya Friendster yang ketika saya masuk sudah mulai lengang dan sepi pengunjung baru, bahkan saat itu pengunjung lama banyak yang berpindah hati ke fb. Oh, iya saya ingat, saya juga ketika itu mengikuti situs jejaring sosial yang bertemakan relijiusitas, yakni situs CyberMQ.com yang merupakan bawahan dari situs miliknya yayasan Daarut Tauhid, yang kita ketahui di pimpin oleh seorang ustadz yang tenar ketika itu, Aa Gym.

Membuat akun di fb ketika saya semakin gusar dengan kebekenannya dikalangan mahasiswa, terutama teman-teman saya sendiri. Walau pun saya berasal dari sebuah desa di Kabupaten Bengkalis-Riau, saya setidaknya sudah memiliki modal dan sedikit kemampuan untuk mengotak-atik yang namanya computer dan internet. Maka, hari itu (saya lupa tanggalnya) dengan segenap semangat yang di dapat dari energi penasaran, saya belajar otodidak membuat akun facebook. Dasar inilah yang membuat saya berani mengatakan betapa mudahnya membuat akun dan bermain-main di fb.

Setelah itu saya mulai mempelajari segala fasilitas yang diberikan fb, mulai dari mudahnya mencari teman yang lama tidak bertemu sua dengan hanya mengetikkan symbol-simbol nama atau kata-kata yang bisa menemukan akunnya, maka bila beruntung, sekejap setelahnya saya akan disibukkan dengan reuni yang berlangsung dalam dunia maya. Lalu dalam fb segala macam kegiatan ter-up-to-date dapat di share kepada seluruh teman-teman yang sudah menjalin hubungan pertemanan, lalu yang paling disukai adalah ketika status itu dapat diolah sedemikian rupa dan dikomentari oleh teman-teman saya tersebut. Selanjutnya ada yang namanya upload fhoto atau video yang semakin mengasikkan, lalu ada chatting yang secara live mempertemukan saya dengan teman dalam perbualan langsung.

Namun apakah yang membuat saya bisa mengatakan adanya hubungan antara teknologi dengan dunia sastra, lebih tepatnya dunia kepenulisan karya-karya non-fiksi. Adalah sebuah fasilitas lagi yang menunjang kebutuhan penyaluran kepenulisan tersebut, yang tidak saya ketahui lama, setelah saya mempunyai akun fb.

Notes atau catatan adalah fasilitas yang berbentuk opsional dalam fb, hal ini yang membuat saya terlambat mengetahui adanya fasilitas tersebut. Berawal ketika saya fb-an ria dengan seorang teman sejawat, saya diperkenalkan fasilitas ini olehnya yang telah sejak lama mengetahui dan menggunakannya. Setelah itu barulah saya tahu kalau notes atau catatan ada dalam rangkuman fasilitas yang ada dalam kolom profil. Untuk bisa menggunakan ini saya harus meng-klik tanda tambah disebelah deretan wall dan fhoto.

Sebelumnya saya katakan kalau saya sangat senang menulis karya sastra, tidak peduli apa genrenya. Mulai dari puisi, prosa dan lakon saya geluti untuk meladeni keinginan untuk bisa mengeksplor tulisan saya dalam beragam bentuk. Dan setelah menemukan fasilitas ini, saya laiknya menjadi seorang pengembara yang berada di padang pasir yang telah lama tidak mendapatkan setetes air dari pengembaraannya itu. Dan begitulah saya, penjelajahan saya di dunia fb membuat saya haus karena tidak menemukan yang namanya fasilitas untuk saya bisa catat-mencatat tersebut. Maka fasilitas ini yang menjadi jawaban dari semua pencarian tersebut.

Tak ayal fasilitas ini benar-benar saya manfaatkan dengan sebaik mungkin, tulisan-tulisan saya pun mulai terbit dilaman-laman para teman, baik itu puisi mau pun cerpen. Saya ingat betul puisi saya yang saya yang diterbitkan pertama dan dikarang pada hari yang sama (kebetulan, semua puisi maupun cerpen yang diterbitkan di fb adalah karya-karya terbaru), berjudul Kecipak kecipuk,,,, byur mempunyai latarbelakang penciptaan yang sedikit naïf dan lucu. Nah, cerita ini akan saya sampaikan dalam karangan saya selanjutnya, ditunggu saja ya.

Saya terus berproses dalam fb lewat notesnya. Membuat saya senang adalah ketika karya kita dapat dibaca oleh orang lain dan terbuka untuk bisa dikritik, di puji bahkan tidak di komentari sama sekali. Itu membuat saya bahagia dan merasa senang karena jagad berkreatifitas saya mendapat tempat untuk melakukan siarnya. Makanya ia semakin “mengamuk” dan menjadi-jadi. Sampai dengan saat ini telah saya buat sebanyak 26 notes yang dapat dilihat sendiri dengan mengakses akun fb saya dengan mengetik e-mail quranul@yahoo.co.id.

Lalu bila ditanya rangkuman apa yang dapat saya ambil untuk menampilkan keuntungan dunia sastra dari perkembangan teknologi, khususnya facebook, maka saya akan membuat beberapa poin keuntungan tersebut.

1.Menjadi media publikasi tanpa harus melewati editor penerbitan

Ini mengindikasikan dengan teknologi, sastra dapat berkembang tanpa melihat siapa orangnya. Kita ketahui kalau dunia penerbitan yang sesungguhnya tidaklah mudah, selain harus mempunyai tulisan yang baik dengan nama penulis yang telah beken, kita juga harus mempersiapkan dana yang tidak sedikit untuk menembus angka penjualan. Namun fakta ini dipatahkan oleh yang namanya teknologi informasi yang memberikan segenap kemudahan untuk siapa pun untuk dapat berkreasi apa pun. Tanpa harus melewati penerbit dan butuh biaya yang banyak, karya kita dapat muncul dengan “jumawa” dan dibaca oleh orang banyak, walau pun ianya tidak menghasilkan keuntungan secara finansial bagi penulis, namun setidaknya kita telah mengeksiskan karya kita di ranah umum. Lalu apakah dengan gaya kepenulisan yang siapa pun dan apa pun bentuknya ini akan membuat karya-karya di fb tidak berkualitas. Jawabannya belum tentu, karena selama saya mengamati dari hasil karya dalam notes di fb, minimalnya penulis “amatir” itu telah sanggup menampilkan pengeksploran bebas yang sebelumnya mungkin belum ditemukan di dunia buku.

2.Mendidik Pemakai untuk Berani Unjuk Gigi


Dalam dunia maya, sebuah fb dirasakan adalah sebuah dunia yang dimiliki secara otoriter yang menghendaki apa pun yang bisa dituangkan. Bila anda pernah berjumpa dengan seorang yang di kehidupan sehari-hari bersikap diam, kalem, “terlihat bodoh”. Maka jangan heran kalau di fb akan anda jumpai seorang manusia baru dengan segenap penolakan stigma negative yang melekat dalam dirinya. Ia akan memiliki gigi untuk ditunjukkan, dan tak jarang gigi itu lebih bertaring dari pada orang-orang yang biasanya bergigi di luar. Kalau ada yang mengatakan kalau keberanian di dunia maya tidaklah menjamin, maka saya membantahnya. Karena tindakan seperti itu lambat laun akan menjadi obat yang menyembuhkan, tepatnya menyembuhkan penyakit ketidakpercayaan diri. Tak lain karena ia merasa taring yang ia miliki tidak kalah tajamnya dengan apa yang dimiliki orang lain, bahkan mungkin sangat tajam.

3.Mengembangkan Sikap Kritis

Tidak seperti di dunia perbukuan yang setelah karya diterbitkan, maka segala macam aspirasi, jalan pemikiran serta jagad kreatifitasnya menjadi sebuah benda yang utuh dan statis. Artinya karya itu menjadi bahan bacaan yang tidak memberi ruang untuk dikeritik langsung, yang dalam hal ini kritik yang langsung ke pengarang. Nah, di fb, sebuah karya yang diterbitkan dan diakses akan diberi kebebasan untuk dikritik dengan cara apa pun. Uniknya kritik ini langsung bisa di tanggapi oleh pengarang. Sip bukan.

4.Membangun Relasi Kepercayaan Atas Tulisan


Memang secara cita-cita, setiap penulis berkeinginan untuk menerbitkan karya dalam bentuk buku, karena ini menghasilkan juga dapat diakses oleh lebih banyak orang dan dapat di kritik oleh para ilmuan sastra. namun, apalah artinya menerbitkan karya tanpa sebelumnya kita membangun relasi kepercayaan atas tulisan kita melalui terbitan-terbitan di fb. Karya kita telah dikenal dan ini tentunya memberi sebuah nilai tambah yang tak tertandingi.

Dalam kesempatan ini, ada empat dulu hubungan atau lebih tepatnya keuntungan sastra lewat media teknologi. Di lain kesempatan akan saya temukan kelanjutannya. Disebalik adanya nilai positif tentunya naïf kalau kita tidak menampilkan sisi negative yang pasti mendampingi. Untuk itu sisi negatifnya akan saya tampilkan dalam beda tulisan.

Semarang, 23 Maret 2010
Qur'anul Hidayat Idris

Related Posts by Categories

0 komentar:

Posting Komentar

Selesai baca, tinggalkan jejak ya!