Sumber Gambar |
Mereka bertiga menjadi semakin akrab, sampai-sampai mereka ikut dalam 3 organisasi yang sama. Secara kebetulan pula mereka punya minat yang sama. Ketiganya mendaftar dengan sukacita di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Jurnalistik, teater, dan kerohanian.
3 bulan pertama, semuanya berjalan baik. Ketiganya merasa seperti aktivis kampus karena dalam seminggu banyak kegiatan dari ketiga organisasi. Walau pun mereka tahu pada rentang waktu itu kegiatan yang mereka dapatkan hanyalah lapis terluar sebagai dasar pengenalan organisasi.
3 bulan berikutnya. Mereka sudah benar-benar jauh masuk ke dalam lingkup organisasi. Secara tidak langsung mereka adalah "harapan penerus" bagi senior-seniornya. Masalah mulai muncul, kegiatan yang mereka dapatkan tidak lagi sebatas pengenalan atau kulit luar saja. Mereka sudah mulai harus intens di dalam setiap organisasi. Berbagai agenda, materi, tugas harus mereka selesaikan. Mungkin semangat mereka sanggup menutupi kepadatan jadwal. Tapi satu hal yang tidak bisa dibohongi adalah ketidaksanggupan mereka mengatasi masalah "bentrok jadwal" yang kerap kali terjadi.
Fokus ketiganya terbelah. Setiap organisasi menganggap mereka tidak serius, karena sering meminta izin demi menyelesaikan kegiatan di organisasi lain. Pun tugas yang diberikan kepada mereka sering tak tergarap dengan baik.
Akhirnya masa itu tiba. Salah satu organisasi mengadakan rapat pergantian kepengurusan dan pengesahan peserta baru sebagai pengurus. Mahasiswa 1 dan 2 mengambil langkah tegas.
Mahasiswa 1: "Aku serius di jurnalistik aja"
Mahasiswa 2: "Aku serius di teater"
(mereka pun langsung mengundurkan diri dari dua organisasi lainnya)
Sedangkan mahasiswa 3 punya keputusan berbeda.
Mahasiswa 3: "Aku serius di jurnalistik ama teater, yang kerohanian aku lepas!"
Setahun kemudian, tersiar kabar kalau mahasiswa 3 mengundurkan diri pada salah satu organisasi dan dipecat pada salah satu organisasi lainnya. Sedangkan mahasiswa 1 dan 2 tengah meraup keseriusan dan "berhasil" di organisasi masing-masing, selain itu ditempatkan di wilayah penting organisasi. Apa jadinya jika ketiganya mengambil pilihan seperti mahasiswa 3?
***
Hal wajar jika mahasiswa baru menyimpan begitu banyak semangat dan keinginan di masa perkulihannya. Aku adalah satu dari tiga mahasiswa di atas, dan cerita itu benar adanya. Kesalahannya, tidak ada yang menjelaskan pada mereka tentang pergerakan organisasi kampus. Padatnya jadwal, profesionalisme, dedlen, belum lagi permasalahan internal dan external yang meliputi. Pandangan mereka organisasi kampus tak jauh berbeda dengan organisasi ketika SMA, yang kegiatannya terbilang insidental dan tak mengharuskan kehadiran total dari setiap individu.
Organisasi kampus menuntut adanya semua hal di atas. Mekanisme kerja sudah berlaku dan setiap organ bergerak berdasarkan mekanisme tersebut. Setiap organ tidak bisa seenaknya keluar-masuk atau hari ini datang, besok tidak atau menghilang beberapa bulan, lalu datang kembali. Bisa saja melakukan hal seperti itu, tapi bersiaplah untuk mendapat surat cinta (pemecatan).
Aku tak terlalu mengerti bagaimana mekanisme organisasi lainnya di kampus. Tapi di LPM Hayamwuruk, dengan mekanisme itulah kami dibentuk. Bahkan tidak aneh jika tiba-tiba ada yang menangis di organisasi ini karena setiap tindak-tanduknya diawasi dan dikritisi. Ini hal wajar di sini. LPM Hayamwuruk bergerak dengan sejarah militansi, karena jika lembek, medan yang keras hanyalah menjadi utopia untuk dilewati.
Ketidaktahuan itulah yang membuat mahasiswa baru cenderung "maruk organisasi". Sekarang saja sudah mulai terlihat pada mahasiswa 2011, semuanya seperti ingin ikut semua hal. Padahal, mereka tidak mengerti kegiatan yang sekarang mereka hadapi tidak merepresentasikan kegiatan organisasi di masa mendatang. Seperti saya sebutkan pada cerita di atas, itu hanyalah kulit luar saja.
Sebenarnya sudah lama aku ingin menuliskan ini. Tidak ada maksud lain selain ingin berbagi pengalaman ke adik-adikku tersayang di kampus FIB. Aku berharap mereka bisa "menepuk dada tanya selera" lalu mencintai dan total pada salah satu organisasi di kampus. Hal itu, demi keberhasilan total pula di organisasi tersebut.
"Aku akan lebih memilih memakan pecel satu porsi dari pada harus memakan setengah porsi pecel dan setengah porsi ketoprak" Karena saat aku ditanyai orang bagaimana rasa pecel? Aku bisa menjawabnya dengan pengamatanku setelah konsen memakannya dan lidahku dapat merasai kenikmatannya secara total.
Inilah yang disebut dualisme. Pada salah satu status fb aku pernah membuat begini, "Aku tak membenci dualisme, tapi jika tak sanggup "total" pada keduanya lepaskan salah satu, dan totallah pada satu diantaranya!"
Jika setelah membaca tulisan ini anda tidak bersetuju, begitulah idealnya sebuah pendapat, tidak semestinya harus bersetuju. Tapi setidaknya aku telah menuliskan ini dan berbagi pengalaman untuk generasi baru setelahku. Selamat menjalani UAS ya, semoga hasinya memuaskan..
Salam QHI
0 komentar:
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!