0 FRAGMEN PERJALANAN :Bali

Sabtu, 26 Februari 2011
wajah lusuh di kereta -tanggal di foto ngawur, stelannya salah- hehe

Apa yang tidak kita tahu kemaren adalah rahasia yang mengemudikan pada perjalanan ganjil. Harapan kita tuang pada gerigi-gerigi waktu serta tinta udara yang berdetak. Hati seringkali jadi pengemudi rahasia yang terampil, bersembunyi lalu membelok pada saat yang (kadang) tidak tepat. Perjalananku melantun ria di putaran mesin kereta api, merengkuh kebersamaan dari Semarang – Malang – Banyumas – Bali. Keterampilan rencana Tuhan pulalah yang membuat kita mengikuti fragmen rencananya, mempertemukan yang tidak pada kejadian yang kita rencanakan.

0 APA YANG BAKAL TERJADI DI BALI (NANTI) ?

Rabu, 16 Februari 2011
Tari Kecak (Bali)

Blogger mania

Bulan Februari menyimpan begitu banyak pesona bagi diriku pribadi. Hujan yang mulai berhenti turun dan matahari yang berani menampakkan cerahnya, betapa hangatnya seringkali menelusup lewat celah kaca dan berkata “bangun hei PEMALAS!” padaku yang kerap masih terlelap hingga pukul 09.00 pagi. kebiasaan begadang di waktu libur sedang menggila, rasanya menghabiskan waktu siang tidak cukup memuaskan kelegaan dari rasa penat bersemesteran ria kemaren. Kadang aku risau dengan kebiasaan baruku ini, kerap menghalangi konsentrasi di siang hari, fiuuuhh. (tolong ini jangan ditiru ya!)

OMG, besokkan aku mau berangkat ke Bali, masih belum tidur jam segini (02.20)

0 KENAPA aku HARUS MENULIS

Senin, 14 Februari 2011

Blogger mania, 
kerap kali aku merasa ruang ini (blog) adalah rumah yang ‘lebih nyaman’ dari berbagai rumah microblogging lainnya. Hm, begitu rindu rasanya ketika meninggalkan ruang ini untuk beberapa hari saja. Aku sadar betul, rumahku ini belumlah tertata rapi dan tidak memiliki perabotan serta warna yang menarik. Kusadari betul tidaklah banyak yang mau singgah dan menghirup kopi beserta gula dan sedikit susu didalamnya. Ya! Aku sadar betul tentang itu dan AKU TIDAK MAU TAHU. Kenapa?

1 …. Dan Aku Menyerah Pada Kenangan (Pengalaman Menonton Film Kambing Jantan)

Selasa, 08 Februari 2011

Aku baru saja selesai nonton Film Kambing Jantan, sebuah film yang diangkat dari blog dan bukunya Raditya Dika. Sebenarnya aku nggak terlalu senang dengan Raditya Dika, mungkin karena menurutku—ini subjektif sekali—guyonan Dika tidak mampu mengocok perutku sekeras atau sekencang Hilman Hariwijaya dengan Lupusnya. Hm, memang ini sungguh subjektif dan tidak beradap, haha. Namun begitulah apa adanya. Lalu pertanyaannya ‘kenapa film Kambing Jantan Dika kutonton?’. Kuberi kalian dua jawabam. Pertama, karena tidak harus ketidaksukaan dijadikan alasan kita memalingkan muka dan menjauh, dalam kasus ini, apa salahnya kalau kuuji ketidaksukaanku dengan media lain—film—setelah membaca komik dan sekilas bukunya. Kedua karena seseorang sangat menyukai karya Raditya Dika, alasan yang paling konyol tapi sekali lagi harus kuucapkan secara apa adanya—sedikit cerita—saat aku di tempat penyewaan VCD sekitar 15 jam yang lalu (sekarang jam 05.08 pagi dan belum tidur) dengan sangat tidak sengaja dan tanpa diminta mataku terhenti pada judul film yang kusebutkan di atas, dan entah mengapa itu mengingatkanku pada seseorang, ya seseorang yang tidak perlu kusebutkan. Yang jelas sebelum ke tempat penyewaan VCD itu aku menulis status di FB dengan tidak biasa.. “entah mengapa, akhir-akhir ini aku menyesal telah mengenalmu, sungguh!”. Kubilang tidak biasa karena isinya semata tawuran perasaan yang tidak perlu dibaca halayak ramai. Tapi ya sudahlah. (mu) yang kumaksud itu adalah seseorang yang menjadi alasan di atas.

0 BEBERAPA SESAJI BUATMU

Jumat, 04 Februari 2011

mari berlabuh di sebait puisi

mendendangkan luka-luka lama

tanpa beranjak

kita mencabuti akar perindu

yang kau tanam tanpa ampu



mari berlabuh di sebait puisi

tikam tikam yang dalam

di dadaku

ada sebatang dadamu

(malam) rindang

dan parang tergenang



mari melabuh di sebait puisi

di sampan kita bercinta

melihat siluet dosa-dosa

merampungkan iman yang terjera

menampung air langit mata

kita

adalah kembali dosa

saat bercinta



mari melabuh di sebait puisi

dari panca

ke yang bukan setya

kita redam amuk di jalan

seperti lagu luka saat sesat tersesat

'kemana bau hujan?'

disana hanya redam

darah redam

berwarna legam



meri melabuh di sebait puisi

mencandu cumbu tubuhmu

menghirup aroma kopi kesadaran

'kita tak semakin kokoh berada di tembok'

dan jelata

akan menjadi rata oleh tanah

sebab kematian

hanya soal singgah



mari terlabuh di sebait puisi

dan kita terjaga

kala malam belum usai

bertanya, "kapan bulan ke perutmu!"



mari terlabuh di sebait puisi

meneroka lebam di bibirmu

yang memberkas bibir

aku terkilir

.

.



mari kucium kau sekali lagi

ditengah percintaan penuh dosa

(puisi)







Semarang, 04 Februari 2011

Qur'anul Hidayat Idris