mari berlabuh di sebait puisi
mendendangkan luka-luka lama
tanpa beranjak
kita mencabuti akar perindu
yang kau tanam tanpa ampu
mari berlabuh di sebait puisi
tikam tikam yang dalam
di dadaku
ada sebatang dadamu
(malam) rindang
dan parang tergenang
mari melabuh di sebait puisi
di sampan kita bercinta
melihat siluet dosa-dosa
merampungkan iman yang terjera
menampung air langit mata
kita
adalah kembali dosa
saat bercinta
mari melabuh di sebait puisi
dari panca
ke yang bukan setya
kita redam amuk di jalan
seperti lagu luka saat sesat tersesat
'kemana bau hujan?'
disana hanya redam
darah redam
berwarna legam
meri melabuh di sebait puisi
mencandu cumbu tubuhmu
menghirup aroma kopi kesadaran
'kita tak semakin kokoh berada di tembok'
dan jelata
akan menjadi rata oleh tanah
sebab kematian
hanya soal singgah
mari terlabuh di sebait puisi
dan kita terjaga
kala malam belum usai
bertanya, "kapan bulan ke perutmu!"
mari terlabuh di sebait puisi
meneroka lebam di bibirmu
yang memberkas bibir
aku terkilir
.
.
mari kucium kau sekali lagi
ditengah percintaan penuh dosa
(puisi)
Semarang, 04 Februari 2011
Qur'anul Hidayat Idris
0 komentar:
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!