tak bisa kita pungkiri hidup di dunia ini akan memberi dampak dua hal, positif dan negatif. dua hal ini sebenarnya diciptakan, dibuat dan diolah oleh pribadi kita masing-masing. itulah kenapa sering disebut hidup itu pilihan, ya itu tadi, harus memilih yang baik atau yang buruk. keduanya ibarat kutub yang saling tarik-menarik, pengaruhnya dirasakan mampu membawa manusia menjongkok di liang kenegatifan atau mencapai keselarasan dengan menggamit hal positif.
positif dan negatif disini tidaklah mutlak, ia saling berbagi dan melengkapi, cuma yang manakah pembagiannya lebih besar? itu yang menjadi pertanyaan. Manusia sering terjebak dengan "ketidaksempurnaan" dirinya untuk memberi toleansi dan kompensasi berlebihan akan kesalahan atau hal negatif yang dimilikinya, selebihnya menganggap remeh dengan segenap aturan nilai, tatanan, kaidah, pranata sosial, dan berbagai macam hukum tertulis dan tidak, termasuk yang tertinggi yaitu hukum Tuhan.
kesalahan memang harus dimaknai sebagai kesalahan yang memang murni harus dirasakan benar-benar kesalahan terhadap diri, agar sebuah rasa muncul, yakni "penyesalan". penyesalan akan kesalahan memang harus secara hakiki di dapat ketika seseorang memang "terlanjur" atau sudah terjebak dengan kesalahan. perasaan ini semakin mendorongnya untuk sadar akan kesalahannya secara mendalam. Bukan sekedar mengatakan "Aku sadar aku salah" harus ada konsekwensi logis dari kesadaran itu, dan itulah perlunya penyesalan agar ianya dapat bulat menjadi kesadaran yang penuh.
namun, penyesalan menjadi lucu jika hanya akan membuat pelarutan yang lama tanpa "kesadaran yang memperbaiki". ya, itulah inti dari kesadaran, harus bersikap memperbaiki apa yang telah salah. jika hanya sekedar kesadaran, apalah artinya, itu ibarat seremonial ketika petang dan senja datang, lalu seketika menghilang. kesadaran harus menjadi waktu, harus menjadi sinar yang terang sehingga seluruh muka rupanya terlihat dan sedikit demi sedikit mengambil kotoran yang menempel di tubuhnya itu.
kenapa saya menulis judul catatan ini "Jangan Biarkan Penyesalan Merenggutmu" adalah bermaksud hampir mirip dengan yang di atas, namun secara lebih jelas, penyesalan yang ada butuh tindak lanjuk yang membalikkan kesalahan menjadi perbaikan (seperti di atas). penyesalan yang merenggut adalah penyasalan yang malah berkonotasi negatif, penyesalan yang membuat diri jatuh pada titik "nol" hingga merasa "tak pantas".
nah, perasaan "tak pantas" baik itu dalam kata
"tak pantas hidup lagi"
"tak pantas dihatimu lagi"
"tak pantas menjadi hambamu lagi"
"tak pantas memilikimu lagi"
adalah sedikit contoh penyesalan yang menimbulkan perasaan "tak pantas..." yang paling berbahaya adalah yang paling atas, membuat frustasi yang hebat yang pada akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. ironis bukan. namun, begitulah hidup, semua saling berpapasan dengan lawan dari yang ada, saling tubrukan nilai, dan saling melengkapi.
konsep penyesalan harus ditegaskan lagi menjadi "langkah bangkit" bukan "jatuh ke titik nol". menjadikannya langkah bangkit akan menimbulkan efek kekuatan yang bahkan tak disangka dari tubuh dan mentalnya, bahkan olehnya sendiri. betapa banyak orang yang melakukan percepatan dan perubahan hebat setelah mengalami kesalahan, lalu menyesal dan melakukan perbaikan. ejekan dianggapnya pemantik yang semakin mengobarkan energi tersembunyi dalam dirinya.
indah bukan sahabat, bila kita semaksimal mungkin mengarahkan pilihan pada yang jerni "positif" walau tak menampik kita pasti mencatat sejarah titik "negatif". ianya perlu perlawanan, dan kau harus semakin menjorok ke kanan...
dan siapa yang ketika sedang mengalami penyesalan ketika membaca tulisan saya ini, segera tangkap nilainya, dan cari pemantik energi dalam tubuhmu. lihatlah apa yang akan kau peroleh dari penyesalan itu... amazing
salam Kampung Karya
Qur'anul Hidayat
30 Juni 2010
1 komentar:
Rabu, September 01, 2010
mantap
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!