nampakkah olehmu sebuah foto?. ah, masa kau tidak melihatnya, sebuah foto dengan panorama paris, ya begitulah aku waktu itu, mengelana dinegeri yang jauh. aku tak perduli kau menganggap ini dekat atau hanya sebatas tempat kau mengulang jalan-jalan sekedar kencing atau hanya untuk mengambil handukmu yang ketinggalan. tapi ini paris teman. ah, apa katamu, paris itu bukanlah tempat sebenarnya yang kau karang, bukan.. ia singkatan dari... cup-cup-cup, cepat kupotong ia, aku cegat ucapnya lalu kutilang dengan jariku yang menepel lekat di samudera bibirnya yang merah, merekah. "diamlah" kubilang lagi, ia ingin melanjutkan ucap, tapi kutegah, kularang dan kembali kutilang, dua kali lipat. ya! parislah itu kawan. tempatku berfoto dan paling bergaya sedunia (tak peduli dengan kata-katamu kalau ini lebay) keyakinanku pada keyakinan melahirkan kekuatanku pada keyakinan. paris adalah tempat yang banyak sekawanan burung jelatanya, aku melihat mereka merayap sepanjang jalan, menyerobot, menyenggol, menyalip bahkan menabrak. tidak sepenuhnya aku suka tapi aku menikmatinya....
ah, dimana matamu!!, ada bukan? kalau ada, lihatlah sebuah tulisan disana, kuyakin kau bisa membacanya, kalau pun kau malas, akan kusergah kau dengan sekarung air ditanganku."kutulis C I N T A". aha, mungkin kau berpikir, apa gunanya kubaca, atau membuang-buang waktu saja. kalau begitu aku marah, marah. namun kemarahanku bukanlah untuk matamu atau hatimu, tapi untuk tanganku yang menulis ini aku marah, kenapa tak terangkum semua, biar kau tak akan marah. tapi sudahlah, sajak telah rampung dan telah tercantum dalam sebuah kampung.
sajak ini menjadi spesial, sampai-sampai uji kelayakannya mampu untukku sempatkan dalam bingkai fotoku yang keren dan mendunia itu. tidak semudah meludah sajakku bisa masuk dalam bingkai rupaku. namun, itulah adanya, sebuah sajak telah memikat hatinya dan mengajaknya duduk bergandingan. lihatlah, betapa menyatunya mereka, begitu harmonisnya mereka, begitu bersaingnya mereka memperebutkan eksistensi kecintaan akan diri. biarlah mereka mengata pada suara dan mencanda lewat rupa. namun, tak ayal adalah ada yang melatarbelakangi proses penciptaan sajak yang kusebut "sajak bau" itu. aha, masalah bau terserah mau tercium apal, wangi atau busuk. tapi itu adalah bau lazuardi yang kekal diahati pemegangnya. gerayan rambut cleopatra di mata sang surya.
sajak ini teromanti yang pernah kugores. tak banyak penarasian, hanya aku ingin sedikit kejam dalam cara, dalam tingkah dan dalam tindak. apa itu? aku ingin menulis sebuah cinta dalam jantungnya, yang lalu memompa darah cinta itu lekas, pekat dalam sebuah wahana tubuh, setiap hari, //saban denting//.
kejamnya lagi, jantung itu tak akan kukembalikan, akan kugantung ia diatas kamarku yang yang banyak tikus-tikusnya. tapi tentu saja, akan kujaga dalam aku menidurlenakan mimpi dan dalam aku menarikdalamkan nafas. kujamin itu.
apakah kau mau? itu terserah, tapi aku berkeyakinan kemauan dan ketidakmauan itu tak akan menggemingkan langkahku, tak menyurutka inginku. karena itulah sajak ini memang bau, karena ingin sekali menyebarkan aroma yang tanpa kandang, tanpa bimbang. terserah kau menciuminya, busuk atau wangi.. aku tetap berpikiran cintaku yang tertulis telah memompa ragamu.
kenapa tempat itu? mungkin kau bertanya kawan, kenapa paris, kenapa tidak di Jatingaleh atau Salatiga saja. biar mengirit ongkos. oh, tidak, aku tak merencanakannya. pernah kau berencana untuk merasakan sakit? tidak bukan, atau memang itu hanya bualanmu yang ingin libur dari rutinitas kantoran atau sekolahan. tapi tidak, tempat ini telah dipilih takdir.
dimana ada sebuah tulisan
yang muncul,
lalu mengembang..
tak tumbang
mengalami peresapan
dalam, lama berperan
tekan
dilaman laut aku terbeban
cinta,
yang kutulis sendiri..
ah, paris..
disinilah fase air itu MENGALIR, setelah sebelumnya MENGUAP
0 komentar:
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!