saat sebuah pelor menerjang dan hadang tepat padaku yang meneguk bimbang. aku melihatnya melesat!, dari sebuah lubang panas senapan. namun, kursi tempatku duduk seperti telah menaruh sejenis pelengket, tak dapat ku lepas, meski disaat akhir coba ku tantang ia beradu otot. sebelum pelor itu meraup jantungku, kulihat ia yang tertawa puas, kencang sekali. sampai pada akhir kesekaratanku, suaranyalah yang memantraiku.
"sakit!!".
ucapku tertahan, kursi melepas aku yang menggelepar
* * *
berbulan-bulan aku merasakan demam yang menggelayuti dan memayungiku, saban waktu, mata bundarnya mengarah dan membidik beragam virus agar menempel lekat di badanku. aku melarat, namun entah kenapa? tak ada sebuah rumah sakit yang mau menerimaku berobat. ku total 41 rumah sakit telah kusambangi, namun jawabnya hampir sama.
"maaf, jenis penyakit Tuan sama sekali belum terdeteksi di ranah penyakit. jadi kami tidak bisa membantu!!'
atau,
"penyakit Tuan bukan penyakit manusia.!" (setelah itu kocar-kacir menghindar)
juga
"penyakit seperti ini, lebih baik mati daripada mengidapnya!!
aku pun terpuruk di sebuah lorong bernama. BUNTU. usaha bertubi menjadi sia-sia dan aku semakin parah. dari hanya demam, aku mulai mengalami pengkerdilan mata, hidung, mulut, kaki, tangan, perut bahkan rambut. berjalan pun aku sekarang harus merangkak-rangkak tak daya. sisa pertanyaanku tentang semua mulai terkikis dan yang tinggal di lemari otakku hanya PELOR yang melesat itu.
aku bermimpi pelor itu, aku merenung pelor itu, aku menghayali pelor itu. tapi, apa yang harus kulakukan dengannya yang bersarang di jantung. dan dokter pun kembali tak sanggup melepasnya. katanya,
"ia sudah jadi daging, kalau ku lepas, kau juga akan TEWAS!!"
aku bergidik, naluri kemanusiaanku berujar "oi, aku ingin lebih lama"
BUNTU
tak dapat kucerna semua perisai pagi, siang mau pun malam yang menghabiskan kencah hidup. tak dapat kutemukan sebongkah penyegar sakit yang menyeraki tubuhku. tak dapat kulesapkan sebarang bedil yang menghantam mati.
hingga suatu pagi, aku diberaki sebuah pikiran yang lugu, comel, kerdil namun menghangatkanku.
DENDAM
(lalu dengan sebuah parang aku menyeret kaki keluar sambil memekik)
"jika kau sakitkan aku dengan senapan,
maka akan kucincang kau dengan parang."
(Huh, ntar lanjut lagi ye!!)
ctt: bab I, liat di notes sebelumnya,,, makasih
Tembalang-Semarang, 17 April 2010
Qur'anul Hidayat Idris
0 komentar:
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!