Sepotong Kertas dan Wajah

Selasa, 29 November 2011
Share this history on :
"Pernahkah kau menyukai seseorang di luar logikamu? Kesadaranmu kuat akan kekurangannya, tapi ada sisi yang terkoneksi langsung dengannya, itulah mungkin yang disebut orang kecocokan!"
Sumber Gambar

Kata-kata yang kutulis sendiri di kertas binder kuliah itu kulepas dari tempatnya. Setan mana entah aku tak tahu sehingga membuatku menuliskannya sebegitu lancar. Setelahnya aku dibuat bingung sendiri, apa yang dimaksud beberapa potong kalimat di tanganku ini. Aku berdiri dari kasur, kulepas kemeja abu-abu yang sedari siang kupakai. Aku mencoba mengalihkan perhatian dari kertas yang kini kutelantarkan saja di atas meja belajar. Aku malas menerjemahkannya terlalu dalam. Aku malas menemukannya sepotong wajah di setiap hurufnya. Aku sedang malas mengingat.


Tas laptop kubuka, kukeluarkan chargernya, modem dan hardisk external. Tombol power kutekan, dan mesin pintar itu kelihatan bekerja membuka otaknya. Anti virus yang kupasang tampak mulai aktif, ah sedikit lama kali ini. Hardisk External kupasang, kubuka folder musik dan pilihanku jatuh pada lagu Mr. Brightside karya The Killers. Nada cepatnya mengajak jantungku ikut memacu, aku tak begitu mengerti arti lagu tersebut. Peduli apa? Aku suka setidaknya dalam beberapa hari ke depan.

Sekarang giliran modem kupasang. Lemot, memang. Celakanya, mataku kembali terarah pada kertas itu. Celaka level dua, sepotong wajah telah tertempel di sana, jadi latar di balik tulisan tanganku yang jelek. Aku mengucek mata dan ia tetap ada di sana, memakai kerudung biru dengan senyum bersahaja dan mata sipit karena menahan tawa. Telunjuknya mengarah tepat ke Aku. Ah, kembali aku berkompromi pada pelupaan, lagu yang tadi kuputar telah selesai dan mengulang kembali dari awal, kubiarkan, dan wajah itu kini tak lepas kupandangi.

Aku diam. Kertas itu mengantarku kembali pada banyak hal aneh yang aku lewati bersamanya. Aku suka sekali melihat ia cemberut. Kuakui, ini memang tabiat yang aneh. Tapi itulah yang sering kulakukan jika bertemu dengannya, aku selalu berusaha melakukan hal yang ia tak senangi. Jika ia sedang duduk diam, aku selalu memegang kupingnya lalu berlagak tak tahu menahu. Aku selalu mengulang hal konyol yang ia lakukan di hadapan teman-teman kami. Aku sering mengiriminya sms aneh. Aku mendadak kangen melakukan itu lagi padanya.

Aku juga tahu, adakalanya ia benar-benar menghadapi masalah dan bermasam muka. Dalam kondisi ini, aku diam, lalu coba membuat sedikit lelucon untuk menghiburnya. Kadang ia mengejek leluconku, tapi terkadang juga ia sejenak melepas masalahnya dengan senyum, dan itu cukup bagiku untuk merasa senang.

Ia bukanlah wanita sempurna, tentu saja. Parasnya pun biasa-biasa saja. Namun, aku terlalu sulit untuk mengatakan tidak pada hal aneh yang kami lakukan. Mungkin, keanehan itulah yang membuatku merasa cocok dengannya. Aneh? Memang.

Aku tersentak. Hpku bergetar beberapa kali. Aku membukanya, sebuah sms: "Syg udah makankah? ntar malem kita jalan gk?". Cepat, aku membalas sms itu, setelah itu menyimpan kembali kertas itu di binder. Halaman terakhir.


Qur'anul Hidayat Idris

Related Posts by Categories

0 komentar:

Posting Komentar

Selesai baca, tinggalkan jejak ya!