FRAGMEN PERJALANAN :Bali

Sabtu, 26 Februari 2011
Share this history on :
wajah lusuh di kereta -tanggal di foto ngawur, stelannya salah- hehe

Apa yang tidak kita tahu kemaren adalah rahasia yang mengemudikan pada perjalanan ganjil. Harapan kita tuang pada gerigi-gerigi waktu serta tinta udara yang berdetak. Hati seringkali jadi pengemudi rahasia yang terampil, bersembunyi lalu membelok pada saat yang (kadang) tidak tepat. Perjalananku melantun ria di putaran mesin kereta api, merengkuh kebersamaan dari Semarang – Malang – Banyumas – Bali. Keterampilan rencana Tuhan pulalah yang membuat kita mengikuti fragmen rencananya, mempertemukan yang tidak pada kejadian yang kita rencanakan.


Aku semakin menggilai Efek Rumah Kaca. Jujur, bukan pada personilnya tapi pada kekuatan teks mereka. Selama dalam perjalanan ini aku semakin bermesraan dengan dunia ide yang mereka telurkan. Betapa kata-kata kusadari dapat menjadi pedang yang begitu kuat dan penyampaian pesan yang tepat menjadikan teks adalah pengatuh tingkah sosial dan peledak hegemoni, karena dunia kritik kata lebih tajam. Ah, aku juga beruntung karena selama perjalanan menemukan beberapa orang yang juga menyukai ERK, kami pun bernyanyi ria.

yang kau jerat adalah riwayat
tidak punah jadi sejarah
yang bicara adalah cahaya
dikonstruksi dikomposisi
padam semua lampu
semua lampu

(ERK ‘Kamar Gelap)



Coba kau simak salah satu bait lagu ERK diatas. So wonderfull, belum lagi kau mendengar nada dan musiknya.

Ini ada hubungannya dengan perjalanan, perkisaran, pergerakan atau perpindahan waktu. Kita adalah penggerak sejarah dan sejarah adalah kita. Artinya kita telah menciptakan ruang gerak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Hitler memang menginginkan sejarah yang kejam dalam buku biografinya, Soekarno mencipta sejarah kepemimpinan kelas dunia, Oprah mencipta sejarah dunia entertainment luar biasa.

Lalu bagaimana kau atau aku menginginkan sejarah?



Perjalanan adalah bagian (sub) dari fragmen sejarah yang bisa ciptakan. Ketika tidur yang lelap adalah delay –nya perjalanan sejarah, maka mati menjadi pemberhentian sejarah yang mutlak, dan kapan waktu kita menutup buku sejarah itu adalah tanda tanya yang tidak pernah akan ada jawabnya. Aku telah menciptakan sejarah hari ini, begitu juga kau. Sebelum kita tutup buku, sejarah bisa kita ubah walau tidak akan bisa mencoret masa lalu. Dalam waktu sehari sebelum mati, Hitler bisa menciptakan sejarah pertobatan jika ia sebelum menutup buku sadar kesalahannya, walau riwayatnya tak pernah akan terhapus. Tapi, bukankah sejarahnya berubah?

Sebagai fragmen, perjalanan menjadi konkret di tengah keabstrakan, menjadi ada ditengah pertanyaan keberadaannya yang misterius. Ketika aku menaiki kereta menuju Malang aku sadar segala rencana telah diputarbalik oleh deskripsi Tuhan. Dalam rencananya, kami akan berangkat ke Surabaya terlebih dahulu sebelum menuju ke Bali, tentu akan naik kereta berbeda, bertemu orang yang berbeda bahkan semut yang berbeda. Kami ternyata bertemu dengan anak UnPak (Universitas Pakuan) yang juga memiliki tujuan perjalanan yang sama dengan kami. Aku bertemu teman yang diskenariokan Tuhan, setelah itu Tuhan membiarkanku menciptakan alurku sendiri dalam menjalankan pertemuan tersebut.

Lewat scenario itu pula, kami singgah di HMJ Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. Menumpang istirahat, ngecas Hape, mandi, kipas angin dan tempat untuk makan. Kami bertemu lagi dengan teman-teman baru yang juga akan pergi ke tempat dan agenda acara yang sama. sampai pada titik ini aku semakin kagum dengan scenario itu, aku serasa menjadi actor yang mendapatkan alur cerita dan kesempatan berinprovisasi.

Kami naik angkot, membeli tiket kereta api ekonomi, menunggu, tertawa, bernyanyi, mengejek, tersenyum dan jatuh cinta. Aku bilang tadi kawan, hati adalah pengemudi yang paling suka menikung dan membanting stir secara mendadak. Dan memang, kerap kita merasa orang yang kita temui dengan segala macam perwatakannya adalah alibi untuk membenci atau melakukan penerimaan. Ya! Dalam hal ini aku melakukan penerimaan, bagaimana dengan alibi orang itu? hanya ia yang tahu.

Apakah ketika aku berjalan pada rencana awal aka nada adegan berbau perasaan ini? Boleh jadi tidak, bisa ya.

Kawan,
Perlu kau ketahui aku paling takut berada pada perasaan seperti ini, penerimaanku menjadi aku menciptakan sejarah dalam sub ‘namanya’ dan aku jadi kurang memerhatikan sub-sub lainnya. Duh hati, entah apa yang ia kagumi dari sesosok perempuan berjilbab yang duduk di deretan bangku lain, tapi tepat di depanku itu. Aku tak memandangnya tapi memotret setiap geraknya dan aku lupa telah kembali menjadi melankolis..

Hahaha (mari kuajak kau tertawa sejenak, menertawai aku)

Kuyakin ini telah diskenariokan dan aku menjalankan dengan caraku sendiri. Kawan, jatuh cinta harus benar-benar siap untuk terjatuh, remuk, patah tulang dan berdarah-darah. Ini adalah perasaan subjektif yang konteksnya sangat pribadi dan beresiko. Maka berhati-hatilah ya!

Satu hal yang kembali harus kita ingat. Perjalanan adalah fragmen sejarahmu kawan, kau mendulang begitu banyak makna ideologis, identitas dan subtantif yang menyusun pembentukan diri. Apa yang kau inginkan itu yang paling fundamental. Jadi mulai sekarang berjalanlah ke arah sejarah yang kau kira membentuk negatif ke positif dirimu. Seperti lirik penutup lagu kamar gelap ERK

membekukan yang cair
mencairkan yang beku
jangan kabur berjamur
segala negatif menuju positif
kekal...

KEKAL.. kawan, maka Hitler pun bisa jadi positif bila ia mau.
Apalagi kau!






Semarang, 26 Februari 2011
Qur’anul Hidayat Idris

Related Posts by Categories

0 komentar:

Posting Komentar

Selesai baca, tinggalkan jejak ya!