Kau menunggu di depan pintu
rumah kita hampir setiap hari ketika aku terlambat pulang. Aku melihat senyummu
saat masih di dalam mobil. Seketika jantungku memacu, keringat muncul di
keningku. Aku merasa bersalah, untuk sesuatu hal yang tak kau ketahui. Atau,
sesuatu yang tak mungkin kau ketahui karena rasa cintamu lebih besar dari semua
kecurigaan yang ada di dunia.
Aku mengecup keningmu, lalu
mencium perutmu yang sudah mulai
membesar. Kau menyentuh pipiku, lembut. Secepat kilat tas yang kutenteng sudah
ada di tanganmu dan kau membiarkanku terlebih dahulu masuk ke dalam rumah yang
kita bangun bersama. Kau sudah tampak keberatan membawa tubuhmu, oh bahkan
kulihat kakimu mulai membengkak. Tapi, untuk hal yang satu ini tak ada kompromi
bagimu. Kau langsung menuju meja makan, mengisi piringku dengan nasi dan lauk
yang barusan kau panaskan.
Aku tersenyum melihatmu yang tak
lepas memandangku, memperhatikan aku dengan harapan kuhabiskan makanan yang kau
buat. Demi malam yang kemudian terganti oleh siang, aku tak lapar sesungguhnya.
Tapi, siapa yang mampu menolak harapan yang terpancar dari matamu. Aku sudah
kenyang sebenarnya, tapi kau membuatku merasa lapar kembali, lapar melihat
senyum puasmu ketika makan di depanku ini kulahap sampai habis.
Kurasakan jemari menekan lembut
punggungku. Kau memijitku sangat hati-hati agar aku tetap nyaman ketika makan.
Adakah yang lebih membahagiakan dari ini? Aku mengakhiri suapanku. Bangkit dari
kursi makan lalu memegang punggungmu dengan kedua tangan. Saat berhadapan
seperti ini, seluruh rasa bersalahku seakan runtuh dan menghempas kepalaku.
Adakah yang lebih membahagiakan
dari ini?
Semarang, 22 September 2012
Oleh: Qur'anul Hidayat Idris (follow my twitter)
ilustrasi dari sini
2 komentar:
Minggu, September 23, 2012
keren.... :)
Senin, September 24, 2012
sebuah penggambaran perempuan ideal kah?
betapa indahnya hidup :)
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!