kau terbanglah jauh mengambil tabuh sayap di tanah ribuan pulau, dengan luka apa kami menyebut yang tersiksa oleh anak bangsa sendiri. Kusertai keranda di bola matamu tapi kau lagi berkata "aku pada yang memiliki, pada nakhoda sayap dan limpahan tumpah tanah, hutan dan laut yang ricuh" lalu jalan yang melapang bukankah telah tumbuh di ujung persengajaan yang rindang? aku mengenal yang bukan kata, aku mengenal yang bukan frasa bahkan aku tak tahu kapan tubuhku mereduplikasi menjadi ganda.
ah, sesungguhnya aku hanya bahasa
hutan fona
inilah leksem
kompositori yang mahir menjemput kompleks tubuh--terikat
atau simpleks yang bundar
sayap
sayap dari kau garuda
adalah fona, leksem bahasa tubuh bangsa
ah, sesungguhnya aku hanya bahasa
dan memang, garuda itu milik bangsa
dan yang memerjuangkannya
Semarang, 15 Desember 2010
Qur'anul Hidayat Idris
Related Posts by Categories
1 komentar:
Jumat, Desember 17, 2010
salam sastra bersatu..
udah lama sebenernya pengen kasih komen ke puisi ini, tapi aku bingung mau nulis apa..
yg jelas, puisimu yg ini enak banget dibaca, ngalir. beda sama puisi2mu sbelumnya, aku g ngerti sama sekali, terlalu tinggi bahasanya, ga nyandak. hehehe..
intinya, puisimu ini bagus, punya kekuatan..
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!