Kebenaran Objek Terletak Pada Subjek

Senin, 26 September 2011
Share this history on :
(sumber)

Sikap skeptis terhadap sesuatu hal didorong rasa ketakpedean dapat melakukan tindakan benar. Pilihan benar dan tidak melekat pada subjek (aku) bukan pada objek (benda) atau material. Sebuah pisau akan benar jika digunakan untuk mengiris bawang atau memotong daging, tapi akan salah jika digunakan untuk melukai tangan atau mencelakai orang lain. Begitu juga pikiran, "material" ini akan baik jika diarahkan pada jalan kebenaran, tapi akan salah jika digunakan untuk kemudharatan.


Kesalahannya, banyak penilaian terhadap material dilakukan setelah banyak orang lebih menggunakannya untuk kejahatan. Pembahasan ini kita batasi pada hal yang memang terlahir dengan suci, kita tidak membicarakan ladang prostitusi, pemerkosaan atau tindak kejahatan lainnya, karena hal tersebut memang sudah terlahir sebagai sesuatu yang 'tidak suci', menyandang nilai negatif dalam tanda kebenaran suatu masyarakat--kebenaran ini dibatasi lagi pada kebudayaan ketimuran. Untuk menjelaskan hal ini, saya mencoba mengangkat internet sebagai sampel dan bahan percontohan.

Internet lahir sebagai material 'suci'. Melepas jarak dalam ruang dan waktu dengan menggunakan medium satelit sebagai penghantar setiap informasi. Sistem kerja internet secara normatif dan normalitas adalah sangat memberi manfaat bagi umat manusia. Bagaimana tidak? kita dapat melakukan kontak sosial dengan begitu banyak orang dengan hanya duduk di depan komputer tanpa harus bertemu face to face. Itu fungsi sederhana dalam bidang sosial, internet juga bisa dimanfaatkan untuk urusan bisnis, netpreneurship bahkan dalam urusan kelembagaan.

Dalam perkembangannya, internet menjadi medium beragam inovasi penyedia layanan. Blogger, Facebook, My Space, Twitter, WWW, dll. Inovasi ini juga hanyalah material turunan yang juga terlahir dengan suci. Lalu,  siapakah yang menodai material tersebut? Pengguna.

Pemakai atau pengguna juga melakukan inovasi dalam pemanfaatannya. Hanya saja, inovasi ini sangat bergantung dari arah pikiran dan 'niatan' pengguna itu sendiri. Blogger misalnya, penyedia layanan media sosial gratis ini tak berdosa, tapi yang berdosa adalah pengguna yang menjadikannya media untuk menyebarkan film porno, penipuan mesin uang, penyebaran ideologi, dsb. FB tidak bersalah, yang bersalah adalah penggunanya yang melakukan penculikan, penipuan, dll. Begitu pun deretan yang begitu banyaknya, penggunalah yang patut dipersalahkan.

Kesalahan masyarakat kita adalah pada public judgement, penilaian yang dilakukan secara eksternal. Dalam artian, melihat dari sisi-sisi terluar dari kebendaan. Kronolis yang dipakai adalah 'apa yang digunakan', bukan 'bagaimana cara menggunakannya?'. Hal inilah yang melahirkan banyak orang yang skeptis terhadap perkembangan internet dan menganggapnya terlahir 'tidak suci'.

Skema ini tentu saja dapat dipakai dalam melihat semua material penciptaan yang ada di muka bumi. Semua tergantung dari cara menggunakan dan menyikapi gejala-gejala alamiah. Hari ini saja saya sudah terbantu oleh salah satu inovasi di internet, google map. Kalau dahulu orang harus membeli peta ketika tidak tahu lokasi yang akan dituju, saya hanya menuliskan tujuan dan penyedia layanan ini akan memberi saya informasi yang jelas.
Peta dari google map yang saya salin di kertas


Jadi, mulailah hidup dengan arah yang benar sebagai subjek yang benar.


26 September 2011
Qur'anul Hidayat

Related Posts by Categories

0 komentar:

Posting Komentar

Selesai baca, tinggalkan jejak ya!