fragmen 2 klik di sini
Dengan
tergagu aku menolehnya dan kudapati ia sedang tersenyum. Aku tahu ia tak lupa
ingatan atas apa yang telah kulakukan padanya kemaren malam. Senyum itu
membuatku semakin sadar bahwa ia menyimpan semua sakit yang ia rasakan. Ia tak
pernah protes. “Kamu nggak sarapan?”
Aku coba membalas senyumnya dengan perasaan yang masih bercampur aduk.
“Aku
nanti saja, Mas duluan!” Masih dengan senyumannya ia kemudian berjalan menuju
ruang tengah. Reflek aku menangkap tangannya dan ia terhenti. Ia melihatku
heran dan dalam sekejap hilanglah semua kata-kataku. Aku melepas tangannya lalu
berlagak sibuk mengambil nasi goreng ke piring. Ya, pagi itu kata maaf sama
sekali tak keluar dari mulutku. Bahkan sampai sekarang.
***
Pukul
15.30. Aku menatap ponselku yang tergeletak di atas meja kerja. Tidak biasanya aku
begitu segan meneleponnya. Sudah dua kali benda berlayar sentuh itu aku ambil
kemudian kutaruh lagi. Entahlah, aku jadi seperti orang yang sedang mengikuti
sebuah lomba. Gugup. Aku bahkan jadi sedikit waras dengan berpikir, tidakkah pertanyaanku tentang jam mandinya
malah membuatnya muak karena sudah ribuan kali kutanyakan? Aku mengacak
rambutku sejadi-jadinya. Aku sepenuhnya bingung dengan yang tengah terjadi
padaku. Bukankah selama ini aku hanya menganggap peristiwa pukul 15.30 itu
hanyalah sebuah keisengan semata?
Selebihnya
aku tetaplah orang yang masih tak bisa mencintainya. Tak dapat dihindari, dalam
hatiku mulai muncul perasaan bahwa sebenarnya yang kuyakini selama ini sudah
berputar, berbalik 180 derajat. Tapi entah kenapa perasaan itu selalu ingin
kututupi sedalam mungkin.
Mungkin
Kemal tepat menggambarkan perasaanku. “Kau
itu mencoba superior terhadap yang kau rasakan. Terlebih sebagai seorang
laki-laki!” Itu diucapkannya suatu hari saat aku tak tahan lagi memendam
rahasiaku sendirian. Kemal adalah teman akrabku di kantor.
Mendengar
kata-katanya, jujur aku agak tersinggung, sebagai seorang laki-laki. Tapi
belakangan aku menyadari yang dikatakan Kemal ada benarnya. Aku terlalu gengsi
mengakui rahasia sebenar perasaanku. Untuk mengakui kegengsian itu pun, aku
kelewat gengsi.
Aku
mendapatkan keyakinan. Tanganku segera menuju ponselku, persetan dengan apa
yang mesti kuucapkan padanya. Tapi aku terhenti seketika karena ponselku tiba-tiba
berbunyi dan lampunya nyala mati-nyala mati. Mataku langsung tertuju ke
layarnya, di sana tertera nama yang memanggilku, Dia. Ya itu nama kontak istriku.
(bersambung
cuy!)
Bagi yang ingin menikmati karya ini secara berkelanjutan dan lebih mudah tahu apabila ada cerita telah terupdate. Silakan gabung ke page di fb (KLIK DI SINI). Saya akan mentautkan ke sana. Terimakasih!
oleh Qur'anul Hidayat Idris alias @Bang_Dayyy
ilustrasi terlalu bagus, jadi tak terdefinisikan :D :D
5 komentar:
Senin, Desember 17, 2012
ikut menyimak gan, salam kenal
Jumat, Februari 15, 2013
nice info gan ,, salam kenal
Jumat, Februari 15, 2013
ikut menyimak postingan anda
Jumat, Februari 15, 2013
artikelnya menarik, sukses selalu
Sabtu, Februari 28, 2015
hahaha seruu pas mau telpon , malah keduluaan .. bagaimana kan selanjutnyaaaaa....
Posting Komentar
Selesai baca, tinggalkan jejak ya!